Setelah dijemput oleh polisi di Jakarta tanggal 22 Desember yang lalu, Calon Wakil Gubernur Kaltara Marthin Billa langsung ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kerusuhan pasca pilkada. Martin Billa dituduh menggerakan unjuk rasa yang berujung pada pembakaran Kantor Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) serta tiga unit mobil dinas Kaltara.
Menurut Andi Syafrani selaku kuasa hukum marthin bahwa penyidik mencecar Martin seputar dugaan keterlibatannya pada kerusuhan dan amuk massa tersebut. Namun Andi menilai polisi terlalu bersikap ceroboh mengaitkan kliennya dengan peristiwa tersebut. Alasannya, disaat kejadian, Marthin Billa sedang berwisata ke Surabaya bersama keluarganya setelah sibuk berkampanye.
Andi menjelaskan bahwa pasangan Jusuf S.K. – Marthin Billa berniat menemui Kapolda Kalimantan Timur untuk menjelaskan posisinya dalam kasus kerusuhan itu. Namun belum sempat menemui kapolda polisi telah menangkap Marthin billa di Jakarta.
Setelah Marthin Billa ditetapkan sebagai tersangka, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Timur sempat menahan Marthin Billa selama 24 jam sebelum kemudian dilepaskan lagi esok harinya.
Polisi melarang para wartawan menunggu pemeriksaan mantan Bupati Malinau dan anggota DPR itu di sekitar ruang pemeriksaan. Alasannya, karena keberadaan wartawan menganggu pelayanan polisi kepada masyarakat.
Selain Marthin Billa polisi juga telah menahan 31 orang yang diduga terlibat kerusuhan. Dimana sebelum pembakaran kantor gubernur kaltara terjadi, ratusan orang menggunakan baju adat sejak pagi hari untuk berkumpul Kantor Gubernur Kaltara di bawah pimpinan Martin Puto.
Massa bersenjata tajam ini menuntut supaya pasangan Irianto Lambrie dan Udin Hianggio digugurkan atas tuduhan money politics dalam Pilkada Provinsi Kaltara pada 9 Desember lalu.